The Scariest Place

Beberapa hari yang lalu saya ngobrol dengan tiga orang sahabat baik saya. Sampailah saya pada sebuah kesimpulan bahwa tempat paling mengerikan adalah alam pikiran kita. Pikiran menyimpan pemikiran (thoughts), emosi, kenangan, persepsi dan memiliki peran penting dalam membentuk pandangan dan pengalaman kita tentang dunia.

Walaupun saya menyadari bahwa alam pikiran juga sumber kreativitas, pusat pemecahan masalah, dan refleksi diri, bagi saya dan mungkin juga bagi banyak orang alam pikiran adalah tempat yang paling menakutkan.

Sampai sekarang saya takut kalau harus lewat kuburan malam-malam. Di alam pikiran saya ada banyak hantu dan makhluk halus yang mengintai. Padahal kalau dipikir-pikir, katakanlah makhluk halus memang ada, persepsi bahwa mereka jahat sebenarnya dibentuk oleh film-film horor yang mengkapitalisasi ketakutan manusia dengan menjadikannya sumber uang. Jangan-jangan sebenarnya mereka tidak peduli sama kita dan tidak berniat mengganggu. Saya sendiri dulu lumayan sering lewat kuburan karena rumah lama saya dekat dengan makam, tapi saya belum pernah sekali pun ketemu hantu atau makhluk halus. Jadi sebenarnya ketakutan saya bersumber di dalam kepala saya sendiri.

Di dalam otak manusia ada yang namanya ‘amygdala’. Mengutip ChatGPT, “Amygdala adalah sebuah struktur kecil yang terletak di dalam otak, lebih tepatnya di lobus temporal, yang berperan penting dalam pengolahan emosi, pembentukan memori, dan respons terhadap rangsangan yang berhubungan dengan emosi, terutama ketakutan dan ancaman.”

Berhubung amygdala adanya di otak, otomatis di situ ada bagian dari alam pikiran kita juga. Kebayang kan ada banyak emosi dan rasa takut yang tersimpan di sana? Apalagi kalau kita memiliki trauma tertentu. Wah, alam pikiran bisa jadi tempat yang paling menakutkan. Contoh, dulu saya punya kenangan buruk tentang ondel-ondel, jadi sampai sekarang kalau ketemu ondel-ondel saya milih merem, gak mau liat. Solusinya gimana? Terapi atau hipnoterapi kali, ya?

Belum lagi kalau kita bicara soal kesehatan mental. Ada ratusan gangguan jiwa yang menciptakan ketakutan pada alam pikiran penderitanya. Bayangkan orang-orang yang punya masalah “intrusive thoughts” atau pikiran-pikiran negatif yang terus berulang, atau orang yang punya masalah anxiety, gangguan panik, sampai ke yang parah seperti skizofrenia. Alam pikiran adalah sebuah dunia yang mampu menyesatkan penderita gangguan-gangguan ini.

Terus, jangan lupa ada yang namanya persepsi, atau pandangan kita tentang segala sesuatu di dunia. Kalau kita tidak sadar bahwa persepsi kita TIDAK SAMA dengan realita atau fakta, kita berpotensi depresi atau stres berkepanjangan karena tidak mampu melihat segala sesuatu secara objektif. Kita bisa berpikir bahwa persepsi kita adalah sebuah kebenaran ketika sebenarnya itu cuma asumsi, berdasarkan pengalaman hidup dan pengetahuan kita tentang dunia. Asumsi kita tentang sesuatu bisa jadi sering salah karena misalnya kita terlalu emosional (baperan), cacat berlogika karena kurang ilmu dan pengalaman misalnya yang menyebabkan kita tidak memiliki kapasitas untuk berpikir objektif dan netral.

Kondisi ini bisa diperparah oleh ketergantungan kita terhadap media sosial. Contoh, kita bisa jadi mudah baper membaca status atau postingan orang. Solusinya kalau ini sebenarnya mudah: block, unfollow, unfriend, mute, atau tidak usah dilihat sama sekali status atau postingan orang yang berpotensi bikin kita “gerah”. Tapi kalau sudah jadi adiksi atau candu, hal ini akan lebih sulit dilakukan. Coba pelan-pelan lepaskan kecanduan dengan melakukan hal lain selain stuck di depan hape, misalnya dengan main bola, masak, melukis, baca buku, atau sekadar pergi keluar untuk menyentuh rumput, atau apalah.

Terakhir, dalam alam pikiran banyak orang ada monster yang bernama “insecurity”. Karena insecure, kita jadi susah bahagia karena persepsinya terhadap banyak hal jadi negatif. Orang lain salaaah terus, diri sendiri kuraaang terus, dunia gelaaap melulu, masa depan suraaam selalu. Ya namanya juga insecure. Solusinya harus belajar membangun self-esteem sendiri. Gimana? Bisa dengan terapi ke profesional, menambah skill biar lebih percaya diri, belajar meditasi mungkin? Dan belajar untuk berdamai dengan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Susah? Iye, emang. Saya gak bilang ini mudah, kok.

Kesimpulannya, alam pikiran bisa jadi tempat paling mencerahkan sekaligus mengerikan. Saya sendiri juga kadang takut sama pemikiran saya sendiri, sedikit-sedikit curiga sama bias kognitif dan punya banyak trust issue. Nah, buat saya so far solusinya adalah dengan menulis. Menulis membantu saya mengosongkan sebagian pikiran saya yang selalu penuh. Buat orang lain, solusinya harus cari coping mechanism sendiri-sendiri. Sesuatu yang bisa kita andalkan saat kita stres, misalnya melakukan kegiatan yang kita suka seperti hobi atau ngobrol dengan orang yang kita percaya.

Satu saran lagi, untuk mengurangi beban pikiran dan membantu kita melihat hidup dari kaca mata yang lebih cerah, kita bisa mendekatkan diri dengan orang-orang yang memang positif saja buat perkembangan pribadi dan mental kita. Kalau gak suka sama sesuatu atau seseorang, hindari sebisa mungkin orang itu (walau memang susah juga kalau orang yang kita gak suka tinggal serumah atau dekat sama kita, seperti… mertua. Hahaha… Awas ada yang baper, sekali lagi ini cuma contoh, ya). Ya dicari solusinyalah gimana supaya tidak perlu terus menerus menjalin hubungan konstan dengan hal atau orang-orang yang toksik atau tidak berfaedah bagi hidup dan kesehatan mental kita. Not easy, sure, but POSSIBLE.

Mari berjuang dan bertumbuh untuk jadi lebih sehat secara mental dan gak melulu stuck atau tersesat di tempat yang paling menakutkan di dunia.

Cheers,

🙂

Tinggalkan komentar