Candu Itu Bernama Smartphone

Catatan: Postingan ini ditulis berdasarkan pengalaman dan pengamatan pribadi, serta terinspirasi dari artikel “Smartphone Addiction” yang ditulis oleh Melinda Smith, M.A., Lawrence Robinson, dan Jeanne Segal, Ph.D. Bagian-bagian artikel tersebut yang saya kutip dan terjemahkan saya berikan catatan kaki.

 

Image 1

 

Gak ada hape di atas meja setiap kita eat out, ya.”

Begitu usul saya ke Mamat beberapa waktu yang lalu. Sebenarnya, yang punya masalah dengan smartphone itu bukan Mamat, tapi demi mencari dukungan saya mengajak Mamat untuk tidak menyentuh hape saat kami makan di luar. Waktu tunggu makanan disajikan memang kadang tidak sebentar, sehingga saya mudah terpancing untuk memainkan hape. Sebenarnya saya merasa tidak nyaman melihat kebiasaan banyak orang sekarang yang sibuk sendiri main hape saat sedang berkumpul bersama keluarga atau teman. Namun, saya sendiri juga melakukannya dan sering kali hanya karena kebiasaan, bukan karena memang ada yang perlu saya cek. Saya rasa saya tidak sendirian. Ponsel pintar telah menjelma menjadi candu dan penyakit sosial selama kurang lebih 10 tahun terakhir.

Smartphone addiction dikenal juga sebagai “nomophobia”, yakni “perasaan takut tanpa kehadiran telepon selular”. 1 Kecanduan ponsel biasanya disebabkan oleh penggunaan internet dan aplikasi handphone yang berlebihan. Seperti layaknya masalah kecanduan lainnya, kecanduan ponsel juga menyebabkan banyak masalah bagi penderitanya. Pertama, penggunaan hape secara konstan dan dalam jangka waktu yang lama bisa membuat seseorang terisolasi dari lingkungan nyata. Ingat saat kita tidak benar-benar mendengarkan seorang teman bicara karena sibuk dengan hape? Kedua, alih-alih merasa tenang dan rileks, memainkan hape terlalu lama bisa membuat seseorang merasa semakin sedih dan depresi. Ketiga, kebiasaan ini mengalihkan perhatian dari pekerjaan lain. Coba kita perhatikan, berapa banyak pekerjaan kita di kantor atau rumah yang menjadi tertunda karena kita sibuk dengan handphone. Bahkan pekerjaan-pekerjaan kecil dan ‘sepele’ seperti mencuci keset dan lap dapur mungkin tidak kita kerjakan sama sekali. Lebih jauh lagi, keasikan kita menatap layar dan berinteraksi dengan follower, yang mungkin tidak benar-benar care dengan kita, telah mengurangi waktu tidur.

Kecanduan smartphone tanpa disadari juga mengurangi rentang fokus dan kesabaran penderitanya. Sejak mengenal smartphone saya menyadari bahwa rentang fokus saya menurun drastis. Dulu, menghabiskan waktu seharian untuk membaca buku bukan masalah besar untuk saya. Sejak kehadiran iPhone, sulit bagi saya untuk fokus pada satu kegiatan selama sejam. Memang otak manusia tidak dirancang untuk terus menerus fokus pada waktu yang lama. Otak perlu break paling tidak setiap 20 menit dari satu kegiatan yang memerlukan konsentrasi.2 Namun, saya menyadari bahwa menurunnya fokus ini lebih disebabkan oleh kebiasaan memainkan hape. Kenapa bisa begitu?

Di smartphone segala sesuatu terjadi begitu cepat dalam hitungan detik. Kita tidak perlu waktu lama menunggu balasan seseorang di Whatsapp. Notifikasi baru bisa datang setiap menit. Pertukaran informasi dengan orang lain terjadi secepat kilat. Situasi di media sosial pun memiliki ritme yang sama. Media sosial umumnya memberikan batasan jumlah karakter yang dapat diposting sehingga semua tulisan yang kita baca umumnya pendek; tulisan yang dihasilkan umumnya terdiri dari puluhan atau seratusan karakter. Berita-berita online didesain begitu pendek sehingga sangat mudah dan cepat dibaca. Akibatnya, secara tidak sadar kita memiliki ekspektasi yang sama ketika melakukan kegiatan lain yang tidak melibatkan smartphone. Kita berharap bisa menyelesaikan buku dengan cepat, ingin film yang kita tonton memiliki durasi yang lebih singkat, dan berpikir bahwa jarum jam bergerak dengan sangat lambat ketika kita harus fokus pada pekerjaan.

Pekerjaan dan jam tidur bukan satu-satunya hal yang dikorbankan, kecanduan smartphone juga bisa berpengaruh terhadap mood dan kepribadian kita. Seorang pencandu bisa merasa resah dan gelisah ketika tidak ada update apa pun di akun media sosialnya. Dia bisa merasa sedih dan kecewa ketika tidak ada seorang pun yang memberikan like pada postingannya. Dia merasa ‘hampa’ dan ‘ada yang kurang’ jika tidak memposting apa pun di media sosial dalam beberapa jam. Dia merasa takut ketinggalan berita terbaru. Dia cepat merasa kesal atau emosi ketika membaca berita dan opini yang tidak sesuai dengan pendapatnya. Mungkin dia juga secara rutin mengecek inbox emailnya setiap beberapa menit. Kecepatannya merespons pesan yang masuk tidak perlu dipertanyakan lagi. Kegelisahan, perilaku narsistik dan obsesif kompulsif menjadi agenda sehari-hari.

Mungkin banyak yang merasa familiar dengan kondisi yang saya gambarkan di atas. Bisa jadi Anda juga seorang pencandu. Berikut ini ada sebuah tes kecil yang bisa Anda kerjakan untuk mengetesnya. Tes ini saya terjemahkan (bebas) dari artikel ini.

  • Apakah Anda sering tanpa sadar menghabiskan waktu menggunakan handphone bahkan saat ada hal lain yang lebih baik untuk dikerjakan?
  • Apakah Anda merasa waktu berjalan dengan sangat cepat saat memainkan handphone?
  • Apakah Anda menghabiskan lebih banyak waktu dengan handphone dibandingkan orang di dunia nyata?
  • Apakah Anda berharap Anda menghabiskan lebih sedikit waktu dengan handphone?
  • Apakah Anda meletakkan handphone di samping Anda saat tidur?
  • Apakah Anda menggunakan handphone Anda sepanjang hari, bahkan ketika itu mengganggu aktivitas yang lain?
  • Apakah Anda menggunakan handphone saat mengemudikan kendaraan atau melakukan kegiatan lain yang memerlukan konsentrasi?
  • Apakah Anda sulit berpisah dengan handphone meskipun hanya sebentar saja?
  • Apakah Anda selalu membawa handphone saat Anda meninggalkan rumah dan merasa kesal jika tidak sengaja meninggalkannya di rumah?
  • Apakah handphone Anda ada di atas meja saat Anda makan?
  • Saat handphone Anda berbunyi, apakah Anda merasa harus segera memeriksa pesan masuk, tweet, email, update, dan lainnya?
  • Apakah Anda sering tanpa berpikir memeriksa handphone berkali-kali dalam sehari walaupun tidak ada hal yang baru atau penting untuk dilihat?

Jika Anda menjawab “Ya” lebih dari 4 kali, Anda perlu mengkaji berapa banyak waktu yang Anda habiskan dengan smartphone dan mempertimbangkan pola penggunaannya.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kecanduan.

Pertama, seorang pencandu perlu menyadari bahwa dirinya menderita kecanduan dan ingin mencari solusi. Banyak pencandu yang saya kenal terlalu gengsi untuk mengakui kalau mereka kecanduan. Pengakuan adalah langkah awal yang penting karena tanpa menyadari masalah yang ada kita tidak akan mencari solusinya.

Kedua, kenali pemicunya.3 Kapan dan kenapa ingin memegang handphone? Apakah saat bosan? Atau karena sedih dan merasa depresi? Atau justru ketika sedang berbunga-bunga dan ingin membagikannya dengan seluruh dunia? Sering kali ada masalah psikologis yang lebih besar yang menyebabkan kecanduan dan perilaku obsesif kompulsif.4 Apakah kita punya masalah besar dalam hidup? Apakah kita menggunakan smartphone sebagai pelarian? Apakah kita merasa kesepian dan tidak memiliki teman untuk diajak berbagi di dunia nyata? Apakah kita merasa tidak mendapatkan perhatian dan pengakuan yang kita yakini pantas kita dapatkan? Tanyakan ke diri sendiri kenapa perlu menyentuh hape sekarang. Apakah benar-benar ada yang penting? Adakah yang harus dihubungi? Perlukah saya mengecek Instagram dan Facebook saya lagi?

Ketiga, mintalah bantuan orang terdekat untuk membantu dan memberikan dukungan. Sebaiknya kita mencari dukungan dari orang terdekat yang tidak kecanduan atau tingkat kecanduannya tidak separah kita. Dalam kasus saya pribadi, saya meminta bantuan suami untuk mengingatkan jika saya terlalu banyak menghabiskan waktu dengan hape. Mamat juga memberikan saya saran aktivitas lain atau buku menarik untuk dibaca.

Keempat, setel hape Anda sedemikian rupa, sebisa mungkin agar tidak mendukung aktivitas yang menjadi candu. Hapus aplikasi media sosial yang paling sering dicek. Ubah warna display hape menjadi hitam putih. Setel alarm yang mengingatkan Anda untuk tidur agar berhenti main handphone. Anda juga bisa mendownload aplikasi seperti Pops dan Forest yang membantu Anda mengurangi waktu penggunaan hape dan meningkatkan produktivitas kerja.

Kelima, Anda bisa mengatur kapan menggunakan handphone. Misalnya, antara jam 7 sampai 9 malam seusai kerja. Jauhkan smartphone saat bekerja dan tidur agar bisa mematuhi jadwal yang sudah ditetapkan.

Good luck! 😊

 

 

Catatan:

Image 1: The image doesn’t belong to me. It was taken from here. Contact me for removal.

Perilaku obsesif kompulsif  = kecenderungan untuk melakukan sesuatu secara berulang.

1,3,4https://www.helpguide.org/articles/addictions/smartphone-addiction.htm Melinda Smith, M.A., Lawrence Robinson, and Jeanne Segal, Ph.D.

2Lihat postingan saya sebelumnya tentang fokus dan produktivitas di sini.

3 respons untuk ‘Candu Itu Bernama Smartphone

  1. Bener banget kak. Aku ngerasa sekarang susah banget buat fokus. Dan semakin sering aku buka instagram aku malah kadang nggak bersyukur sama yang aku punya karena selalu ngebandingin hidupku sama orang lain. Alhasil aku gak percaya diri dan ngerasa insecure. Aku pernah nyoba gak buka instagram selama sebulan dan it works. Hidup rasanya lebih bebas. Dan sampai sekarang masih tetep berusaha ngurangin buka instagram.

    Disukai oleh 2 orang

Tinggalkan Balasan ke arshinara Batalkan balasan